Kunjungi Website kami di http://www.wartafokus.com

Selasa, 29 Juni 2010

Mental Anak Korban Perceraian


    
Mental Anak Korban Perceraian
TANYA :

Assalamu'alaikum wr.wb. Ibu Irma yang terhormat, saya seorang pria 33 tahun, sekitar pertengahan tahun lalu saya pisah rumah dengan istri saya dan sembilan bulan kemudian pengadilan memutuskan perceraian. Kami dikarunia 2 orang anak, laki-laki (5 tahun) & perempuan (3,5 tahun).

Saya sangat khawatir dengan perkembangan mental anak-anak saya setelah kami cerai. Terutama yang laki-laki karena dia terlihat jadi lebih pendiam dan malas bergaul dengan orang lain.

Anak yang perempuan sih kelihatannya masih terlihat riang dan semangat bermain, walaupun kadang ketika saya telpon dia tidak mau ngomong sama saya.

Saya sangat jarang bertemu dengan anak-anak saya karena saya kerja di luar negeri, periode ketemunya setiap empat
bulan pada saat saya cuti. Sekarang anak-anak saya tinggal bersama mantan istri saya.

Bagaimana caranya agar anak-anak saya bisa tetap tumbuh sehat, ceria dan merasa kalau mereka tetap memiliki
seorang ayah yang sayang sama mereka sebagaimana anak-anak yang lain.

Kewajiban saya untuk menafkahi mereka secara finansial tetap saya berikan secara rutin. Terima kasih. Wassalam.

Herman-- herxxxxxxx@yahoo.com

JAWAB :

Assalamualaikum Bapak Herman. Pertama-tama saya ikut prihatin dengan peristiwa yang bapak alami. Mudah-mudahan Bapak sekeluarga di berikan kesabaran ya.

Begini ya Pak, setiap ada perubahan dalam suatu keluarga entah pernikahan, kelahiran adik baru, kematian atau perceraian selalu memberikan pengaruh bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Seperti kasus perceraian Bapak, hal ini juga akan memberikan dampak bagi tumbuh kembang putra/putri Bapak terutama untuk anak yang tertua kelihatannya sudah mulai paham akan situasi yang terjadi.

Umumnya anak-anak yang mengalami perpisahan orangtua akan mengalami masalah kecemasan, murung, pemarah, kurang percaya diri, masalah perilaku seperti mengompol kembali, agresivitas dan juga penurunan prestasi belajar.

Apalagi anak laki-laki biasanya membutukan figur ayah untuk membantunya lebih siap dalam menghadapi perubahan
yang terjadi.

Yang dapat dilakukan oleh kedua orangtua adalah pastikan pada mereka bahwa perceraian yang terjadi bukanlah kesalahan mereka, misalnya si kakak menganggap kedua orangtua berpisah karena ia anak yang nakal.

Kedua, janganlah saling mengucapkan kata-kata penghinaan atau membicarakan hal-hal negatif tentang salah satu orangtunya pada anak.

Ketiga, memberikan aktivitas yang bersifat menyenangkan pada anak-anak sehingga mereka pelan-pelan akan melupakan pengalaman traumatis yang dialami dan jika perlu konseling dengan pakar psikologi diperlukan untuk mengevaluasi perkembangannya.

Jika bapak selama ini berada di luar negeri, maka kesempatan yang ada setiap kali pulang dimanfaatkan sebaik  mungkin untuk bersama-sama dengan putra-putri bapak misalnya melakukan field trip, outbond dan lain sebagainya.

Sementara bapak berada di luar negeri, bapak bisa sering berkirim surat atau kartu, merekam suara Bapak untuk dikirimkan pada anak-anak atau bisa juga merekam diri Bapak sendiri ketika sedang melakukan aktivitas atau berada tempat-tempat menarik.

Jangan lupa meminta maaf dan menyatakan rasa kasih sayang Bapak yang tulus pada anak-anak sehingga mereka memahami bahwa jarak tidak akan melunturkan perhatian Bapak terhadap mereka.

Yang terakhir pesan saya, sekompleks apapun masalah yang pernah dihadapi bersama mantan istri sebaiknya segera dijernihkan sehingga komunikasi yang terjalin dapat terbentuk dengan baik dan anak-anak pun tetap merasa bahagia. Mudah-mudahan bisa membantu yah pak. Wassalam.
Irma Gustiana Andriani, M. Psi, Psikolog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar