Kunjungi Website kami di http://www.wartafokus.com

Kamis, 29 Juli 2010

Zikir Kalimah Toyyibah

Zikir Kalimah Toyyibah
Ada hal-hal yang tersembunyi dibalik zikir kalimah Toyyibah " La ilaha illallah " pertama, zikir ini disebut sebagai sebaik-baiknya zikir, berdasarkan hadist riwayat Nasa'i, Ibnu Majjah, Ibnu Hibban, dan Hakim " Afdhaluzd dzikri La ilaha Illallaahu " yang artinya : sebaik-baik zikir adalah La ilaha illallah.
Kemudian pada hadist yang lain disebutkan bahwa dengan zikir kalimah Toyyibah ini menyebabkan pintu langit terbuka, selagi yang membaca kalimah itu orang yang menjauhi dosa-dosa besar. Sedangkan dengan mengamalkan zikir kalimah ini, sepanjang zikir ini diamalkan secara tulus ikhlas mengharap ridho Allah SWT, justru Allah yang akan mengatur potensi manusia. Dalam hadist Qudsy tersurat : " Barang siapa disibukkan zikir kepada-Ku sehingga tidak sempat memohon dari-Ku maka Aku akan memberikan yang terbaik dari apa saja yang Ku berikan "
         Artinya : hikmah dari zikir kalimah Toyyibah itu, seseorang akan diberi karunia oleh Allah SWT walau jenis karunia itu tidak dimintanya. Ini Yang disebut dengan rezeki yang tak terduga-duga.
Hikmah lain, dari membiasakan diri berzikir kalimah " La ilaha illallah ", secara tidak langsung berarti merekam kalimat itu pada alam bawah sadar manusia. Seseorang dalam kondisi kritis, kalimat yang reflek muncul dari alam bawah sadarnya adalah kalimat yang paling akrab dengan lidah dan hatinya.
Maka, seseorang yang istiqomah dalam zikir kalimah " La ilaha illallah ", bila saat sakaratul maut hendak menjemput, Insya Allah kalimat itu yang akan muncul dari mulutnya. Dengan demikian berlakulah janji Allah SWT bahwa seseorang yang diakhir hayatnya mengucapkan kalimat " La ilaha illallah ",  maka sorgalah balasannya.
Menyimak hal-hal dibalik kalimah Toyyibah ini, ada dua keuntungan yang bisa kita raih. Pertama keuntungan dunia berupa ketenangan hati akibat bias dari aktivitas zikir, juga keuntungan dunia berupa datangnya karunia yang dilimpahkan yang lebih baik dibanding hamba lain yang meminta.
Sedangkan pahala akhiratnya adalah menemui kematian dengan Khusnul Khotimah. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang memperoleh keuntungan dunia akhirat. Amin.

Mengurangi Makan dan Tidur

 Mengurangi Makan dan Tidur

      Sebuah laku tirakat yang universal yang berlaku untuk seluruh makhluk hidup adalah puasa. Ulat agar bisa terbang menjadi kupu-kupu harus berpuasa terlebih dahulu, ular agar bisa ganti kulit harus puasa terlebih dahulu dan ayam agar bisa beranak pun harus puasa terlebih dahulu.
 Secara budaya banyak hal yang dapat diraih melalui puasa. Orang-orang terdahulu tanpa mempermasalahkan sisi ilmiahnya aktivitas puasa telah berhasil mendapatkan segala daya linuwih atau keistimewaan melalui puasa yang lazim disebut tirakat.

 Para spiritualis mendapatkan Wahyu maupun Wisik ( Petunjuk ghoib melalui puasa terlebih dahulu ). Dan tradisi itu masih terus dilestarikan orang-orang zaman sekarang. Intinya sampai kapanpun orang tetap meyakini dengan mengurangi makan dalam hal ini adalah puasa, seseorang akan memperoleh inspirasi baru, intuisi.

 Tradisi kita, ketika secara budaya sudah tiada lagi tempat untuk bertanya, melalui puasa seseorang bisa mendapatkan telinga yang baru dan ketika ia tak lagi mampu berkata, dengan puasa seseorang mampu memperoleh mulut yang baru.

Secara logika, puasa adalah bentuk kesungguhan yang diwujudkan melalui melaparkan diri. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh saja yang sanggup melakukannya. Aktivitas ini jika ditinjau dari sisi ilmu batin, menunjukan bahwa kesungguhan memprogram niat itu yang akan menghasilkan kelebihan-kelebihan.

Hati yang diprogram dengan singguh-sungguh akan menghasilkan seseuatu yang luar biasa. Karena itu dalam menempuh ilmu batin, aktivitas puasa mutlak dibutuhkan. Karena didalam puasa itu tidak hanya bermakna melaparkan diri semata. Lebih dari itu, berpuasa memiliki tujuan manonaktifkan nafsu syaithoni.

Non aktifnya nafsu secara tidak langsung meninggikan taraf spiritual manusia, sehingga orang-orang yang berpuasa do'a nya makbul dan apa yang terusik dalam hatinya sering menjadi kenyataan.

Menurut Imam Syafi'i dengan berpuasa seseorang terhindar dari lemah beribadah, berat badanya, keras hatinya, tumpul pikirannya dan kebiasaan mengantuk. Dari penyelidikan ilmiah puasa diyakini memiliki pengaruh terhadap kesehatan manusia.

Orang-orang terdahulu memiliki ketajaman mata batin dan manjur Ilmu kanuragannya karena kuatnya dalam Laku Melek atau mengurangi tidur malam hari. Bahkan burung hantu yang dilambangkan sebagai lambang ilmu pengetahuan pun disebabkan karena kebiasannya    "Tafakur " pada malam hari.

Dalam filosofi ilmu batin, memperbanyak tafakur malam hari menyebabkan seseorang memiliki "Mata Lebar", yaitu ketajaman dalam melihat dan membaca apa-apa yang tersirat dibalik kemisterian alam semesta ini.

Bahkan ketika agama Islam datang pun membenarkan informasi sebelumnya yang dibawa oleh agama lain. Hanya Islam yang menginformasikan bahwa dengan ber-Tahajud ketika orang lain terlelap dalam tidur, menyebabkan orang itu akan ditempatkan Allah SWT pada tempat yang terpuji.

Pada keheningan malam terdapat berbagai hikmah. Melawan "Nafsu" tidur menuju ibadah kepada Allah SWT dan dalam suasana hening itu konsentrasi mudah menyatu. Saat inilah Allah SWT memberikan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya guna memohon apa saja yang diinginkan.

Banyak para spiritualis yang memiliki keunikan dalam ilmu batin bukan karena banyaknya ilmu dan panjangnya amalan yang dibacanya, melainkan karena laku prihatin pada malam harinya. Insya Allah seseorang yang membiasakan diri tafakur dan beribadah pada malam hari, maka Allah SWT akan memberikan keberkahan dalam ilmu-ilmunya.

Nasi Goreng Hongkong

 

 

 

 

 

 

 

Nasi Goreng Hongkong

Bahan :
  • 400 gr Nasi
  • 100 gr Udang, kupas kulitnya
  • 6 bh Bakso Ikan, potong dua
  • 100 gr Daging Ayam, potong kotak
  • 3 siung Bawang Putih, cincang
  • 2 buah Cabai Merah, potong serong
  • 2 batang Daun Bawang, iris
  • 2 butir Telur
  • 1 sdt Kecap Ikan
  • 1 sdt Kecap inggris
  • 1 sdt Merica Bubuk
  • 1 sdt Garam
  • 1 sdm Angciu
Cara Membuat :
1. Kocok telur bersama sedikit garam, buat orak-arik. Sisihkan.
2. Tumis bawang putih dan cabai hingga harum, lalu masukkan daging ayam dan udang, aduk hingga matang.
3. Masukkan daun bawang, aduk hingga layu. Tambahkan orak arik telur dan bakso ikan, aduk rata.
4. Masukkan nasi, lalu bumbui dengan kecap inggris, merica bubuk, garam dan angciu. Masak hingga matang dan bumbu meresap. Sajikan.

Dendeng PARU

BAHAN :
- 750 gram paru sapi
- 1.000 ml air
BUMBU HALUS :
- 8 siung bawang putih
- 5 sendok makan ketumbar, disangrai
- 10 butir bawang merah
- 1 1/2 sendok makan garam
CARA MEMBUAT :
1. Rebus paru sapi sampai lunak lalu iris-iris
setebal 1/2 cm.
2. Lumuri paru dengan bumbu halus.
3. Jemur di panas matahari sampai kering.
4. Goreng paru sampai renyah lalu hidangkan

Ketupat Sayur khas Pontianak

Bahan:
  • 700 gr iga sapi, potong-potong
  • 2 ltr air
  • 500 ml santan dari 1 btr kelapa
  • 250 gr nanas, potong-potong
  • 2 btr cengkeh
  • 1/2 bh pala
  • 3 bunga pekak
  • 3 bh kapulaga
  • 3 sdm minyak untuk menumis
Pelengkap:
  • 5 bh ketupat, potong-potong
  • 5 sdm bawang goreng, untuk taburan
Haluskan:
  • 5 siung bawang putih
  • 1 sdt ketumbar
  • sdt jintan
  • 2 cm kunyit, bakar
  • 2 cm jahe
  • 2 cm lengkuas
  • 5 bh cabai kering, buang biji, seduh
  • Garam secukupnya
Cara Membuat:
  1. Rebus iga sampai empuk.
  2. Sisihkan kaldunya sebanyak 1250 ml.
  3. Tumis bumbu halus sampai harum.
  4. Masukkan cengkeh, pala, bunga pekak, dan kapulaga.
  5. Masukkan iga dan kaldunya, santan, dan nanas.
  6. Didihkan sambil diaduk hingga matang.
  7. Hidangkan dengan ketupat dan taburan bawang goreng.
Untuk 5 orang

Nasi Ulam Jakarte

Bahan-Bahan:
  • 500 gr beras
  • 750 cc santan dari 1 butir kelapa, didihkan tambahkan 1 sdt garam
  • 2 lembar daun jeruk
Bumbu Yang Dihaluskan:

  • 2 siung bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 1 sdt ketumbar
  • 1/3 sdt jintan
  • 1 buah cabai merah
  • 1 buah serai, iris-iris halus
  • 1 sdt terasi
  • 1 sdt garam
Cara Membuat:
  1. Cuci beras hingga bersih, rendam selama 1 jam lalu tiriskan. Aroni beras dengan santan yang telah dididihkan dengan garam dan daun jeruk purut, masak sampai airnya habis. Pindahkan beras ke dalam kukusan, kukus sampai matang. Angkat.
  2. Tumis bumbu halus, masukkan ke dalam nasi sambil diaduk-aduk rata.
  3. Sajikan dengan ikan teri goreng, dendeng balado, bawang goreng, telur dadar, serundeng, irisan ketimun, dan daun kemangi.                                                                                                       

Sabtu, 24 Juli 2010

ILMU_LADUNI

ILMU LADUNI

Dalam khasanah makrifat, pejalan spiritual akan bersinggungan dengan istilah ILMU LADUNI. Yaitu pengetahuan yang diperolehi tidak melalui proses kegiatan belajar mengajar dan membaca buku-buku, namun melalui PANDANGAN MATA HATI YANG DITERIMA LANGSUNG DARI ALLAH.
Tuhan hanya bisa dikenal jika Dia sendiri berkehendak untuk dikenali. Jika Dia ingin memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan untuk dilakukan pembersihan. Selanjutnya, Hati hambanya tersebut diterangi dengan CAHAYA atau Nur-Nya. Nur-Nya adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke SISI-Nya.
HATI ADALAH BADAN DAN RUH ADALAH NYAWANYA. RUH PULA YANG LANGSUNG TERKAIT DENGAN TUHAN DAN KETERKAITAN ITU DINAMAKAN AS-SIR (RAHASIA). RUH ADALAH NYAWANYA HATI DAN SIR ADALAH NYAWANYA RUH. BOLEH JUGA DIKATAKAN BAHWA HAKIKAT HATI ADALAH RUH DAN HAKIKAT RUH ADALAH SIR. SIR ATAU RAHASIA YANG SAMPAI KEPADA TUHAN DAN SIR YANG MASUK KE HADRAT-NYA. SIR INILAH MAMPU UNTUK YANG MENGENAL ALLAH KARENA SIR ADALAH HAKIKAT SEMUA YANG BERWUJUD.
Cahaya Ilahi menerangi hati, ruh dan Sir. Cahaya Ilahi akan membuka hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Cahaya Ilahi berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku atau memahami dari ucapan orang lain belumlah dikatakan mengetahui hakikat yang sebenarnya. Mereka hanyalah menyangka atau mengkhayal sudah mengetahui hakikat padahal sesungguhnya belum.
Hakikat akan diketahui apabila seseorang gigih mendalami pengetahuan tentang hakikat dari perenungan-perenungannya sendiri (berarti dia menggunakan akalnya sebagaimana yang dianjurkan Tuhan dalam agama) dan kemudian mempraktekkannya dalam perbuatan sehari-hari dengan mempertimbangkan dengan hati nuraninya. Ditambah dengan memohon ampunan, memuji Nama Tuhan sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti hadirnya sinar kebijaksanaan sambil terus juga berharap.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang karena ada kenyataan Tuhan padanya. Misalnya kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari bersinar, akan terlihat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Yang terlihat di atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya mewujudkan yang gelap menjadi benda-benda yang nyata.
Sesungguhnya cahaya hanya satu jenis saja dan datangnya dari sumber yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya hakikat yang tercermin dari ragam Cahaya Ilahi, sedangkan Cahaya Ilahi datangnya dari cahaya  yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Cahayalah yang menerangi atau membuka hijab hati.
Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya untuk menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya Ilahi sudah membuka tirai dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin terang cahaya Ilahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya.
Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersumber dari Cahaya Ilahi dinamakan ILMU LADUNI ATAU ILMU YANG DITERIMA DARI ALLAH SWT SECARA LANGSUNG. KEKUATAN ILMU YANG DIPEROLEHI BERGANTUNG KEPADA KEKUATAN HATI MENERIMA CAHAYA ILAHI.
Para pejalan spiritual awal yang hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ILMU LADUNI yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat yang halus. Pada tahap ini hati terkadang masih mudah goyah dan sewaktu-waktu mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati masih cenderung menuju yang samar-samar dan abu-abu.
Orang yang tataran spiritualnya pada peringkat ini memang perlu mendapatkan bimbingan dan penjelasan dari ahli makrifat yang ilmunya lebih tinggi. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
TERBUKANYA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA AKAN KEBERADAAN ALLAH. KESAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA KETIADAAN DIRI SELAIN WUJUD NYA. KESAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA BAHWA HANYA TUHAN YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN DAN WUJUD ANDA.
Apabila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Cahaya Qalbu. Ia akan menerangi AKAL lalu AKAL dapat memikirkan dan merenung tentang HAKIKAT KETUHANAN yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap dirinya sendiri membuatnya menyadari perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya. Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa dekatnya ALLAH dengannya.
Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahwa DIA sentiasa mengawasi gerak-gerik kita, mendengar pembicaraan dan mengetahui bisikan hati kita. Jadilah dia seorang yang CERMAT, ELING DAN WASPADA.
Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai kepada MARTABAT ini ialah: 1. CERMAT DALAM MELAKSANAKAN HUKUM TUHAN. 2. HATI TIDAK CENDERUNG KEPADA HARTA,  CUKUP DENGAN APA YANG ADA DAN BAHAGIA BILA BISA MEMBANTU ORANG LAIN DENGAN HARTA YANG DIMILIKINYA. 3. BERTAUBAT DENGAN SEBENARNYA (TAUBAT NASUHA) DAN TIDAK KEMBALI LAGI KEPADA KEJAHATAN. 4. RUHANINYA CUKUP KUAT UNTUK MENANGGUNG KESUSAHAN DENGAN SABAR DAN BERTAWAKAL  5. KEHALUSAN RUHANINYA MEMBUATNYA MERASA MALU KEPADA TUHAN DAN MERENDAHKAN DIRI KEPADA-NYA SAJA.
Orang yang taat kepada perintah-NYA senantiasa kuat melakukan ibadah dan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan kuat untuk menyerahkan semua urusan kehidupannya kepada TUHAN saja. Dia tidak lagi takut apapun yang menimpanya. Dia tidak lagi tergantung kepada sesama makhluk. Hatinya teguh dan ikhlas dengan semua ketentuan-NYA.
BAHAYA dan BENCANA SEHEBAT APAPUN tidak lagi menggugat imannya dan KENIKMATAN DUNIA tidak lagi menggelincirkannya. Baginya SUKA dan DUKA, BENCANA dan KEBERUNTUNGAN sama saja, karena ini takdir yang SUDAH DITENTUKAN TUHAN untuknya dan takdir-NYA kepada kita pasti yang terbaik.
Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan TUHAN karena dia telah menyerahkan dirinya kepada TUHAN juga. TUHAN menganugerahi orang ini dengan kemampuan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui pikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kuat kepada hatinya (kalbunya). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan perwujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud ALLAH.
Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia MERASAKAN benar-benar akan keesaan Allah bukan sekadar mempercayainya. Hakikat sesungguhnya hanya bisa dialami dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan TUHAN dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud-NYA, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya.
Orang yang di dalam suasana seperti ini telah transenden dari sifat-sifat kemanusiaan. Orang yang mencapai tingkat ini dikatakan telah mencapai maqam TAUHID SIFAT. Hatinya jelas merasakan bahawa tidak ada yang berkuasa melainkan DIA dan segala sesuatu datangnya dari ALLAH.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa perjalanan spiritual manusia akan melalui beberapa tingkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan cahaya Qalbu memancar menerangi akalnya. Seorang yang akalnya diterangi cahaya Qalbu akan melihat betapa dekatnya TUHAN. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ILMUL YAQIN.
Pada tahap keduanya mata hati yang telah terbuka. Seseorang tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati dan mata hati memandang itu dinamakan KASYAF. KASYAF MELAHIRKAN PENGENALAN ATAU MAKRIFAT. Seseorang yang berada di dalam maqam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan AINUL YAQIN. Pada tahap AINUL YAQIN seseorang telah menceburkan diri di wilayah kegaiban segala sesuatu termasuk dirinya sendiri.

‘SEDULUR PAPAT LIMO PANCER’

EMPAT PENDEKAR GAIB SUNAN KALIJAGA

13 October 2009 Siang dan malam keempat pendekar gaib ini setia menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke tempat yang aman. Saudara penjaga gaib ini bukan jin bukan pula gendruwo.

Semakin lama belajar ajaran-ajaran leluhur Jawa, kita akan semakin terkagum-kagum pada para nenek moyang. Ilmu yang mereka ajarkan tidak bertentangan dengan agama, bahkan sesuai dan memperkaya pemahaman agama yang kita anut.
Sayangnya banyak yang masih memandang sebelah mata ajaran para leluhur Jawa ini. Bahkan ada yang menuduhnya sebagai syirik, khurofat dan takhayul. Para penuduh ini mungkin lupa, bahwa ajaran Jawa disampaikan secara sederhana agar mudah dipahami orang Jawa. Memang, para leluhur kita kadang tidak fasih melafalkan kata-kata Arab. Para leluhur ini juga orang yang masih gagap iptek. Namun, jangan salah sangka dulu.
Dari segi kebijaksanaan, ngelmu batin dan olah rasa para nenek moyang kita dulu bisa diandalkan. Mereka adalah para waskita yang mampu membangun candi Borobudur, Prambanan dan mampu membuat sebuah bangunan dengan ketepatan geometris dan geologis. Tidak kalah oleh nenek moyang bangsa Mesir yang mampu membangun piramida, atau nenek moyang suku Inca, bangsa Peru yang bisa membangun Manchu Picchu.
Saat agama Islam masuk ke nusantara, sementara di Jawa saat itu sudah berkembang agama Hindu, Budha dan berbagai kepercayaan animisme, dinamisme, politeisme. Islam melebur secara pelan dan damai, berasimilasi serta berosmosis tanpa pertumpahan darah. Islam agama damai dan tidak memaksa. Orang Jawa bersifat pasrah, sumeleh, sumarah, ikhlas dan mengandalkan rasa pangrasa. Jadi? Klop sudah!
Bagi orang Jawa, masuknya Agama Islam yang kaya dengan aspek kebatinan (tasawuf) sangatlah tepat. Orang Jawa pun tidak kebingungan dengan ajaran-ajaran mistik yang ada di dalamnya. Namun orang Jawa berhasil menyederhanakan ajaran-ajaran mistik ini dengan terminologi dan kalimat-kalimat sederhana dan mudah dimengerti. Harap maklum saja, orang Jawa dulu mayoritas hidup di pedesaan yang sederhana dan tidak banyak berwacana ilmiah.
Salah satu ajaran Kejawen yang membahas tentang adanya malaikat pendamping hidup manusia adalah SEDULUR PAPAT LIMO PANCER. Pancer adalah tonggak hidup manusia yaitu dirinya sendiri. Diri kita dikelilingi oleh empat makhluk gaib yang tidak kasat mata (metafisik). Mereka adalah saudara yang setia menemani hidup kita. Mulai dilahirkan di dunia hingga kita nanti meninggal dunia menuju alam barzakh (alam kelanggengan).
Sebelum hadirnya agama Islam, orang Jawa tidak memahami konsep malaikat. Maka mereka menyebut malaikat penjaga manusia dengan sedulur papat. Konsep “sedulur papat” ini oleh orang Jawa ditamsilkan melalui sebuah pengamatan/niteni.
Mulai saat janin tumbuh di perut ibu, janin dilindungi di dalam rahim oleh ketuban. Selanjutnya adalah ari-ari, darah dan pusar. Itulah saudara manusia sejak awal dia hidup dan selanjutnya “empat saudara” ini kemudian dikubur. Namun orang Jawa Percaya bahwa “empat saudara” ini tetap menemani diri manusia hingga ke liang lahat.
Karena Air Ketuban adalah yang pertama kali keluar saat ibu melahirkan, orang Jawa menyebutnya SAUDARA TUA. Saudara ini melindungi jasad fisik dari bahaya. Maka ia adalah SANG PELINDUNG FISIK.
Selanjutnya yang lebih MUDA adalah ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin dalam rahim. Ia melingkupi tindakan janin dalam rahim yang kemudian mengantarkan kita ke tujuan. Maka ia adalah SANG PENGANTAR.
Saudara kita selanjutnya adalah DARAH. Darah ini membantu janin kecil untuk tumbuh berkembang menjadi bayi lengkap. Darah adalah SARANA DAN WAHANA IRADAT-NYA pada manusia. Darah bisa disebut nyawa bagi janin. Maka, darah disebut dengan PEMBANTU SETIA MANUSIA MENEMUKAN JATI DIRINYA SEBAGAI HAMBA TUHAN, CERMIN TUHAN (Imago Dei).
Saudara gaib kita terakhir adalah pusar. Menurut pemahaman Kejawen, pusar adalah NABI. Pusar secara biologis adalah tali yang menghubungkan perut bayi dalam rahim dan ari-ari. Pusar mendistribusikan makanan yang dikonsumsi ibu ke bayi. Pusar dengan demikian MENDISTRIBUSIKAN WAHYU “IBU” MANUSIA yaitu Gusti Allah SWT kepada diri kita.
Keempat saudara gaib ini sesungguhnya adalah EMPAT MALAIKAT PENJAGA manusia. Yang berada di kanan-kiri, depan-belakang kita. Maka, tidak salah bila Anda menyapa dan bersahabat akrab dengan mereka. Secara gaib, Tuhan mmeberikan pengajaran tidak langsung kepada hati kita. Namun melalui mereka pengajaran itu disampaikan.
Keempat penjaga (malaikat) itu adalah:
JIBRIL (Penerus informasi Tuhan untuk kita),
IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untuk kita),
MIKAIL (Pembagi Rezeki untuk kita) dan
IZRAIL (Penunggu berakhirnya nyawa untuk kita).
Keempat malaikat itu oleh orang Jawa dianggap sebagai SEDULUR karib hidup manusia. Bila kita paham bahwa perjalanan hidup untuk bertemu dengan Tuhan hakikatnya adalah perjalanan menuju “ke dalam” bukan “ke luar”. Perjalanan menembus langit ketujuh hakikatnya adalah perjalanan “diri palsu” menuju “diri sejati” dan menemukan SANG AKU SEJATI, YAITU DIRI PRIBADI/ TUHAN.
Untuk menemukan SANG AKU SEJATI (limo pancer) itulah kita ditemani oleh EMPAT SAUDARA GAIB/MALAIKAT PENUNGGU (sedulur papat). Lantas dimana mereka sekarang? Mereka sekarang sedang mengawasi Anda. Berdzikir mengagungkan asma-Nya. Kita bisa menjadikan mereka sedulur paling akrab bila paham bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka. Caranya? Pejamkan mata, matikan seluruh aktivitas listrik di otak kiri dan kanan dan hidupkan sang AKU SEJATI yang ada di dalam diri Anda. Ya, hanya diri sendirilah yang mampu untuk berkomunikasi dengan para sedulur gaib nan setia ini.
Bagaimana tidak setia, bila kemanapun kita berada disitu keempatnya berada. Bila kita berjalan, mereka terbang. Bila jasad kita tidur, mereka akan tetap melek ngobrol dengan ruh kita. Maka, saat bangun tidur di siang hari pikiran kita akan merasa fresh sebab ruh kita akan kembali menjejerkan diri kita dengan iradat-Nya. Sayang, saat waktu beranjak siang polusi nafsu/ego lebih dominan sehingga kebeningan akal pikiran semakin tenggelam.
Bagaimana agar hidup kita selalu ingat oleh kehadiran sedulur papat ini yang setia menjaga kita? Sunan Kalijaga memiliki kidung bagus:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah

Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini)

Ilmu Laduni

Pengetahuan yang diperoleh seseorang yang saleh dari Allah SWT melalui ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah SWT.

Di dalam tasawuf dibedakan tiga jenis alat untuk komunikasi rohaniah, yakni kalbu (hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai-Nya dan bagian yang paling dalam yakni sirr (rahasia) untuk musyahadah (menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT secara yakin sehingga tidak terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-Nya.

Meski dianggap memiliki hubungan misterius dengan jantung secara jasmani, kalbu bukanlah daging atau darah, melainkan suatu benda halus yang mempunyai potensi untuk mengetahui esensi segala sesuatu. Lapisan dalam dari kalbu disebut roh; sedangkan bagian terdalam dinamakan sirr, kesemuanya itu secara umum disebut hati. Apabila ketiga organ tersebut
telah disucikan sesuci-sucinya dan telah dikosongkan dari segala hal yang buruk lalu diisi dengan dzikir yang mendalam, maka hati itu akan dapat mengetahui Tuhan.

Tuhan akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya kepada hati yang suci ini. Hati seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan sebuah cermin. Apabila cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda yang mengotorinya, niscaya ia akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu cermin tersebut
akan dapat memantulkan gambar apa saya yang ada ihadapannya.

Demikian juga hati manusia. Apabila ia telah bersih, ia akan dapat memantulkan segala sesuatu yang datang dari Tuhan. Pengetahuan seperti itu disebut makrifat musyahadah atau ilmu laduni. Semakin tinggi makrifat seseorang semakin banyak pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun
semakin dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu laduni yang penuh dengan rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin karena manusia serba terbatas, sedangkan ilmu Allah SWT tanpa batas, seperti dikatakan oleh Al-Junaid, seorang sufi modern, "Cangkir teh tidak
akan dapat menampung segala air yang ada di samudera."

Keberadaan dan status ilmu laduni bukan tanpa alasan. Para sufi merujuk keberadaan ilmu ini pada Alquran (QS Al Kahfi [18]:60-82) yang memaparkan beberapa episode tentang kisah Nabi Musa AS dan Khidir AS. Kisah tersebut dijadikan oleh para sufi sebagai alasan keberadaan dan status ilmu laduni.
Mereka memandang Khidir AS sebagai orang yang mempunyai lmu laduni dan Musa AS sebagai orang yang mempunyai pengetahuan biasa dan ilmu lahir. Ilmu tersebut dinamakan ilmu laduni karena di dalam surah al-Kahfi ayat 65 disebutkan: "wa'allamnahu min ladunna 'ilman.." (..dan yang telah Kami ajarkan kepadanya (Khidir AS) ilmu dari sisi Kami). Dengan demikian ilmu yang diterima langsung oleh hati manusia melalui ilham, iluminasi (penerangan) atau inspirasi dari sisi Tuhan disebut ilmu laduni.

---disadur dari republika ...Jumat, 29 April 2005

Jumat, 23 Juli 2010

CINTA. MENURUT KAJIAN TASAWUF


Cinta adalah modal seorang sufi dalam menapaki kehidupan spiritual. Oleh kalangan sufi cinta diistilahkan dengan mahabbah. Dalam tasawuf mahabbah merupakan sebuah maqam (jenjang spiritual yang harus dilalui seorang salik). Setiap hamba memiliki tujuan untuk mendapatkan mahabbah. Oleh sebab itu Imam al-Ghazali menjadikan mahabbah sebagai puncak maqam.

Sebuah kisah dari Matsnawi, Jalaluddin Rumi mengisahkan, suatu Ketika Nabi Musa sedang berjalan di padang rumput dan mendapati seorang gembala kambing yang sedang beristirahat sambil berkata: Wahai Tuhanku aku sungguh mencintaiMu. Aku akan melayaniMu sepuas hatiKu. Aku sayang Engkau. Aku ingin sekali membelai dan menyisir rambutMu. Aku ingin sekali menyemir sepatumu.Mendengar perkataan demikian Nabi Musa marah dan menasihati Si penggembala kambing. Wahai penggembala kambing apa yang telah kau katakan telah menodai derajat Tuhan. Kamu tidak pantas berkata begitu, karena Tuhan tidak membutuhkan apa yang kau katakan. Si gembala menyeringai ketakutan. Sambil memohon, penggembala itu berkata: Wahai Nabi Musa engkau yang lebih mengetahui hubungan antara hamba dan Allah. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Yang jelas cintaku pada Tuhan melebihi cintaku pada apapun. Musa menjawab: Jika begitu adanya bertobatlah kamu!

Seketika sipenggembala lari menuju hutan dan tidak kelihatan mukanya selama beberapa hari. Beberapa saat kemudian Nabi Musa mendapat teguran dari Allah. Seolah-olah Allah menyalahkan semua tindakan Nabi Musa yang membentak penggembala kambing. Kemudian Nabi Musa mendengar suara tanpa kalimat yang mengatakan:

Wahai Musa engkau telah memisahkan antara Aku dan hambaKu. Pecinta dan Yang diCinta tidak dibatasi oleh kata-kata dan kalimat. Pecinta dan Sang diCinta tidak terikat ikatan hukum dan formalisasi. Datanglah padanya sampaikan salamku untukNya. Berbuatlah sesuka dia. Sesungguhnya Aku sangat mencintai dan ridla padanya.

Mendengar Allah berkata demikian Nabi Musa dengan kontan meminta ampun dan langsung mencari si penggembala kambing ke padang rumput tempat biasa sang penggembala mengembalakan kambingnya. Tetapi Nabi Musa tidak menemukan si Penggembala.

Lama dia mencari hingga berhari-hari hingga ia menemukan si penggembala di dalam hutan dalam keadaan bersedih. Dia merintih sedih tidak bisa meluapkan rasa kasihnya kepada Tuhan. Lalu Nabi Musa mendekatinya. Wahai penggembala kambing sesungguhnya Allah telah berfirman kepadaku. Berbuatlah sesukamu karena Allah mencintai dan ridla kepadamu.

Hikmah

Dari cerita ini menjelaskan kepada kita bahwa cinta adalah kedudukan seorang hamba yang mengenal Tuhannya. Ia tidak terikat aturan atau sekat lainnya. Karena cinta merupakan essensi kedekatan seorang wali.

Kitapun bisa melihat sosok sufi wanita yang memiliki cinta mendalam kepada Allah swt. Dia adalah Rabi'ah al-Adawiyyah. Cintanya kepada Alah mengalahkan cintanya kepada apapun. Cintanya kepada Allah adalah cinta buta. Dia tidak merasa kesepian walaupun hidup sebatang kara. Dia tidak merasa sengsara walaupun hidupnya penuh dengan penderitaan. Dia selalu riang gembira karena hati dan jiwanya selalu terkiblat pada Allah swt. Keriang-gembiraannya ini dibarengi juga dengan kesedihan ratapi, karena selalu merasa menjadi hamba yang kurang dan penuh dengan dosa. Dengan demikian rasa cintanya berbarengan dengan rasa takut kepada Allah swt. Rabi'ah membagi cinta kepada Allah swt itu dua tingkatan:

1. Cinta_rindu
2. Cinta karena Allah lah yang pantas dicintai

Imam al-Ghazali menafsirkan cinta rindu
Beliau berpendapat, bahwa cinta yang dialami Rabi'ah pada tingkat ini adalah tingkatan awal (masih dalam taraf awam). Yang dimaksud dengan cinta rindu adalah cinta kepada Alah yang disebabkan karena kesadaran berterimaksih sebab Allah swt telah memmberikan karunia yang sangat besar kepadanya. Untuk itu dia wajib berterimaksih kepada Allah swt. Dengan berterimakasih kepada Allah, maka akan menimbulkan rasa simpatik dan cinta kepada Allah swt. Kesimpulannya cinta rindu diakibatkan rasa terimakasih.

Sedangkan cinta karena Allah yang patut untuk dicintai adalah pengalaman cinta Rabi'ah yang memuncak. Pengalaman seperti ini sudah menapaki jenjang paling tinggi yang tidak dialami oleh orang awam. Pada taraf ini Ke jamal-an (keindahan Tuhan) dan ke-Kamal-an (kesempurnaan) Tuhan tersibak dan dapat disaksikan oleh seorang sufi. Dan ketika sufi mengalami hal seperti ini ia akan merasa bahwa semua selain Allah adalah nisbi, buruk, jelek dan tidak berguna. Yang baik, agung, cantik, indah, sempurna dan selalu memberikan manfaat hanya Alah semata saja. Orang yang mendapatkan mahabbah ini tidakakan memperhatikan keuntungan, kerugian, kesedihan, kegembiraan dan lain sebagainya. Hidupnya hanya ditujukan dan diorientasikan kepada Allah semata.

Rabi'ah al-Adawiyyah pernah berkata: Ya Allah jika aku beribadah kepada-Mu karena takut siksa neraka, maka bakarlah aku didalam api neraka! Jika aku beribadah kepada-Mu karena mengharap sorga, maka jauhkanlah aku dari sorga-Mu! Tetapi jika aku beribadah kepada-Mu karena Engkaulah yang layak untuk disembah, maka jangan sembunyikan keindahan Wajah-Mu!

Dari kata-kata Rabi'ah ini dapat disimpulkan bahwa hidup dan matinya Rabi'ah hanya untuk sosok yang Dicintai. Sosok itu adalah Allah swt. Ibadahnya tidak mengharapkan apapun. Dia hanya ingin memandang, berdekatan dan berusaha selalu membuat ridla, suka dan senang sosok yang dicintainya.

Cinta semacam Rabi'ah kepada Allah swt mengalahkan cinta kepada selain Allah. Hingga suatu ketika ada seorang laki-laki datang melamarnya (menurut riwayat beliau adalah Sofyan ats-Tsauri). Namun Rabi'ah menolak lamaran tersebut.beliau berkata: Jika engkau hendak menikahiku, maka mintalah izin kepada Allah karena akumilik Allah.

Kecintaan Rabi'ah terhadap Allah melupakan segala macam kesengangan duniawi, bahkan untuk menikahpun beliau menolak untuk melakukannya. Hal seperti ini yang dianggap oleh banyak kalangan sebagai cinta mati. Suatu ketika beliau ditanya oleh seseorang: "Ya Rabi'ah apakah engkau mencintai nabi Muhammad?" beliau menjawab: Aku mencintai Nabi Muhammad tetapi cintaku kepada Allah melupakan cintaku kepada makhluk.Cinta yang diungkapkan Rabi'ah menyiratkan bahwa cinta kepada Allah diatas segala cinta, termasuk cinta kepada Nabi. Hal ini berbeda dengan konsep cinta Zun Nun al- Mishri, justru beliau menyatakan cinta kepada nabi Muhammad harus dimiliki oleh setiap sufi. Dan cinta kepada Nabi Muhammad sejajar dengan cinta kepada Allah. Karena cinta kepada Nabi akan menimbulkan ketauladananan dari Nabi.

Tidak jauh berbeda dengan Rabi'ah, Zun Nun al-Mishri pun memiliki konsep cinta (Mahabbah). Menurutnya Cinta itu terbagi menjadi tiga tahapan. Tahapan pertama seseorang harus mencintai para ulama. Karena para ulama adalah warosatul al-ambiya (penerus para nabi). Jika seseorang mencintai para ulama ia akan meneladani para ulama. Setelah itu ia meneladani para ulama maka akan menimbulkan kecintaan kepada Rasulullah saw. Jika seseorang sudah mencintai Rasulullah, maka ia akan meneladani perilakuRasulullah saw. Dan jika sudah meneladani perilaku Rasulullah maka cinta kepada Allah akan timbul seperti cintanyaRabi'ah.

Zun-Nun al-Mishri, diriwayatkan meninggal dunia karena cinta. Diceritakan pada sebuah jamuan pertemuan para pembaca sima Zun Nun membaca puisi cinta sambil fana'(hilang kesadarannya karena ditarik dengan kesadaran ilahi). Ia membaca puisi cinta hinggga keluar ruangan dan pergi ke hutan bambu yang telah ditebas pohon-pohonnya. Kakinya tertusuk patahan-patahan bambu sampai infeksi. Tetapi beliau tidak merasakan sakit. Yang dirasa hanya rasa riang dan gembira karena cintanya kepada Allah. Sementara infeksi kakinya menyebar sampai ia menemui ajalnya. Dengan demikian cinta yang dialami Zun Nun dapat mengenyahkan rasa sakit jasmani.

Dari teori cinta (mahabbah) agaknya kita sebagai seorang muslim harus memiliki sebuah ambisi untuk mendapatkan maqam ini. Karena orientasi seorang hamba adalah mengenal, mencinta, berdekatan, bermesraan dan bersatu dengan Sang Maha Cinta, Allah swt.

Allah SWT berfirman:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا مَن يَرتَدَّ مِنكُم عَن دينِهِ فَسَوفَ يَأتِى اللَّهُ بِقَومٍ يُحِبُّهُم وَيُحِبّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى المُؤمِنينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الكٰفِرينَ يُجٰهِدونَ فى سَبيلِ اللَّهِ وَلا يَخافونَ لَومَةَ لائِمٍ ۚ ذٰلِكَ فَضلُ اللَّهِ يُؤتيهِ مَن يَشاءُ ۚ وَاللَّهُ وٰسِعٌ عَليمٌ

Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mumin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS al-Maidah: 54)

Ayat diatas menerangkan bahwa Allah swt menurunkan kaum yang memiliki cinta. Cinta adalah sebuah rasa atau keadaan jiwa yang dapat menadamaikan kehidupan. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada dan berdasarkan Allah swt. Konsep cinta di dalam Islam hanya terdapat pada doktrin sufisme/tasawuf. Doktrin ini dinamakan dengan mahabbah.

Selanjutnya dalam al-Qur'an selalu ditekankan kepada orang-orang yang beriman untuk mensucikan jiwa agar hubungannya dengan Tuhan berjalan lancar. Proses penyucian ini dalam tasawuf dinamakan dengan tazkiyatun nafs. Al-Qur'an membicarakan hal ini dalam ayat berikut:

Nabi juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi mengenai kewalian, yaitu:
Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada yang lebih Ku-sukai dari pada pengamalan segala yang kufardlukan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunah, maka Aku senantiasa mencintainya.

Bila Aku telah jatuh cinta kepadanya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar. Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat. Aku tangannya yang dengannya ia memukul. Aku kakinya yang dengan itu ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya. (Wallahu a'alm)

Rabu, 21 Juli 2010

Kiat Hindari Perceraian


9 Kiat Hindari Perceraian - Ardiz TarakanHidup berumah tangga hingga akhir hayat, bahagia dan memiliki keturunan merupakan dambaan setiap pasangan yang menikah. Tidak ada pasangan yang menginginkan perceraian dalam rumah tangga mereka.

Sudah menjadi berita yang biasa di era sekarang ini jika satu pasangan yang baru menikah beberapa bulan, kemudian terdengar kabar tentang perceraian mereka. Bisa saja keputusan mereka untuk menikah hanya sebatas agar Anda dianggap mampu berumah tangga dan memiliki pasangan. Bukan karena didasari rasa cinta yang mendalam dan keinginan untuk hidup selamanya bersama pasangan Anda. Keinginan “semu” ini yang justru berakibat fatal jika tidak segera Anda sadari dan Anda perbaiki sejak awal.
Angka perceraian di Indonesia sekarang ini mungkin tidak setinggi di Amerika Serikat (66,6% perkawinan berakhir dengan perceraian) ataupun di Inggris (50%). Namun perlu Anda ketahui bahwa di Indonesia pun banyak perkawinan berakhir dengan perceraian, apalagi kalau melihat berita-berita tentang perceraian selebritis Indonesia akhir-akhir ini.

Perceraian seringkali menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Berikut ini beberapa kiat yang diharapkan dapat membantu pasangan menikah untuk mempertahankan selama mungkin usia pernikahan mereka:

1. Komunikasi Dua Arah
Biasakan Anda dan pasangan berkomunikasi, baik ketika berada di rumah maupun ketika sedang berjauhan. Jika ada masalah, sebaiknya dibicarakan ketika Anda atau pasangan sedang santai. Ketidakharmonisan rumah tangga biasanya berawal dari tidak adanya komunikasi dua arah antara suami dan istri. Masing-masing saling menyimpan masalah sehingga mereka seolah berjalan sendiri-sendiri meski berada dalam satu atap.

2. Keterbukaan Masalah Seks
Masalah seks ternyata juga menjadi penyebab perceraian. Mungkin orang sering lupa bahwa fungsi hubungan seksual selain prokreasi yakni untuk mendapatkan keturunan, juga untuk rekreasi atau kesenangan, dan ekspresi cinta. Padahal banyak pasangan mengakui, melakukan hubungan seksual dapat menghilangkan ketegangan setelah seharian bekerja. Bahkan, agar tidak terjadi kebosanan, tak ada salahnya melakukan hubungan seks selain di tempat tidur. Anda bisa melakukannya di dapur, ruang tamu, bahkan di garasi. Namun perlul diingat, apa yang Anda inginkan dalam berhubungan seks harus dikomunikasikan dengan pasangan Anda. Demikian pula sebaliknya.

3. Menerima Apa Adanya
Ketika seorang pria dan wanita sudah sekamar dan sedapur, masing-masing akan tampak sifat aslinya. Rayuan gombal tidak muncul lagi seperti saat pacaran. Yang ada hanyalah dua orang yang harus saling menyesuaikan diri. Di sinilah kehidupan perkawinan yang sesungguhnya. Anda dan pasangan belajar mengenali perbedaan masing-masing. Beberapa hal yang umumnya menjadi batu sandungan dalam hubungan suami istri, adalah perbedaan persepsi, wawasan, dan nilai. Termasuk di dalamnya perbedaan agama, latar belakang budaya, dan kepribadian. Namun, perbedaan itu sebenarnya bisa diatasi kalau saja mau saling berusaha memahami dan berintrospeksi diri. Kebanyakan pasutri yang berhasil menciptakan keharmonisan hingga masa tua adalah mereka yang berhasil membangun kebersamaan. Kebersamaan baru tercipta bila pasangan berhasil menumbuhkan semangat berkorban, tidak egoistis, dan memiliki rasa saling pengertian.

4. Jangan Biasakan Berbohong
Pernahkan pasangan Anda bertanya secara detail jika Anda masih sibuk meeting hingga malam dengan klien bisnisnya yang ternyata cantik atau ganteng, pintar dan berpenampilan menarik? Nah, biasanya, agar pasangan Anda tidak terlalu banyak bertanya dan Anda enggan jika nantinya akan muncul pertengkaran, Anda malah berbohong. Anda justru mengatakan hal yang berbeda dengan alasan untuk kebaikan. Perlu Anda ketahui bahwa hal ini termasuk dalam kebohongan yang bisa jadi akan berlanjut hingga Anda dan pasangan akan hidup berumah tangga dalam kebohongan. Agar semua itu tidak terjadi, utarakan dengan sikap tenang bahwa apa yang Anda lakukan adalah hanya urusan pekerjaan.

5. Jangan Cemburu Berlebihan
Banyak yang mengatakan bahwa cemburu adalah bumbu dalam hubungan rumah tangga. Oke, itu sah-sah saja! Tapi bukan berarti Anda atau pasangan bisa cemburu buta. Bukan barang baru bahwa banyak perselisihan terjadi gara-gara rasa cemburu, yang lebih sering berakar dari salah tafsir dan kurangnya keterbukaan. Misalnya saja, pada suatu ketika karena tuntutan pekerjaan, suami harus mengajak sekretarisnya keluar kota. Sang istri yang hanya mendengar cerita setengah-setengah dari orang lain, bisa dengan gampang menuduh suaminya berselingkuh. Padahal kalau saja istri mau bertanya dan suami mau terbuka, atau sebelumnya memperkenalkan sekretarisnya pada sang istri, masalahnya bisa jadi lain.

6. Hindari Selingkuh
Perselingkuhan umumnya terjadi karena masing-masing tidak mau saling terbuka atau mendengarkan apa yang dikeluhkan pasangannya. Contohnya, sang suami merasa jengkel karena setiap kali pulang, istrinya tidak di rumah. Tapi keluhan itu tidak disampaikan, atau sudah diutarakan namun tidak didengarkan, atau istri tidak mau mengubah kebiasaannya. Perselingkuhan juga bisa terjadi karena pasangan kesepian, jarang merasakan kepuasan seksual atau godaan dari luar seperti tempat hiburan bernuansa erotis, wanita perayu dan lain-lain. Untuk menyelesaikan percekcokan ataupun perselingkuhan, yang harus dilakukan pertama adalah mencari akar permasalahnnya, kemudian diusahakan untuk dihindari atau disingkirkan.

7. Cari Orang Ketiga Sebagai Penengah
Jika ternyata timbul permasalahan dan percekcokan antara Anda dan pasangan, carilah orang ketiga sebagai penengah. Orang tersebut bisa pemuka agama seperti Kyai atau pendeta, serta tokoh masyarakat yang memiliki wawasan yang luas dan bijak dan psikolog. Cari ini lebih baik ketimbang Anda berkeluh kesah dengan tetangga, saudara atau teman kantor Anda.

8. Tetaplah Mesra
Agar hubungan Anda dan pasangan tetap mesra, buanglah pula jauh-jauh persepsi bahwa kemesraan hanya pantas dilakukan selagi masih berpacaran. Pada dasarnya, kemesraan itu hak setiap nsane, tanpa pandang usia maupun status.

9. Pasrahkan Kepada Yang Di Atas
Terkadang, emosi muncul secara berlebihan ketika permasalahan Anda dan pasangan menguak ke permukaan. Berdoa dan pasrahkan diri Kepada Yang Maha Pencipta merupakan cara jitu agar emosi bisa diredamkan dan permasalahan bisa segera diselesaikan secara baik-baik. (Ratri Suyani)

Merajut Benang Keluarga Sakinah

Dr. Miftah Faridl


Beberapa waktu yang lalu, saya meluncurkan buku Rumahku Surgaku (2005). Secara substansial, buku itu merupakan rekaman sederhana tentang berbagai masalah keluarga yang ditemukan dari berbagai pengungkapan kegelisahan sejumlah istri dan atau suami dari berbagai lapisan keluarga. Menurut beberapa pembaca, buku ini lahir tepat waktu. Ia hadir di tengah arus pergeseran nilai sosial dalam masyarakat yang tampak cenderung semakin
permisif khususnya dalam masalah keluarga. Keluarga tidak lagi dilihat sebagai ikatan spiritual yang menjadi ruang pengabdian kepada Sang Pencipta. Kawin-cerai cenderung dilihat sebatas proses formal sebagai simbol ikatan sosial antara dua insan yang berbeda jenis.
Perkawinan juga tidak lagi dilihat sebagai proses sakral yang menjadi bagian dari rahasiah Allah.

Padahal, di sisi lain, banyak asumsi yang menyatakan bahwa keluarga merupakan
sentral masalah dalam membangun masa depan bangsa. Dari rahim keluarga lah lahir berbagai gagasan perubahan dalam menata tatanan masyarakat yang lebih baik. Tidak ada satu bangsa pun yang maju dalam kondisi sosial keluarga yang kering spiritual, atau bahkan sama sekali sudah tidak lagi mengindahkan makna religiusitas dalam hidupnya. Karena itu, al-Qur�an memuat ajaran tentang keluarga, mulai dari urusan komunikasi antar individu dalam keluarga, hingga relasi sosial antar keluarga dalam masyarakat.

Banyak memang problema yang biasa dihadapi keluarga. Banyak keluarga yang tidak lagi sanggup menahan �derita� yang sebetulnya diciptakannya sendiri. Tidak sedikit pula di antaranya yang memilih perceraian, padahal pilihan itu sangat dibenci Allah meskipun hukumnya halal. Sekedar ilustrasi, dalam tulisan sederhana ini, saya ingin mengungkap beberapa kasus menarik dan faktual yang pernah dialami sebagian masyarakat kita.

Ilustrasi Sederhana

Seorang ibu setengah tua ditemani gadis usia tiga puluh tahunan yang kemudian
diketahui adalah putrinya sendiri, suatu waktu datang menemui saya. Keduanya menunggu giliran konsultasi di antara jamaah lainnya yang telah terbiasa berkonsultasi. Perilakunya mencerminkan seseorang yang sedang gelisah menghadapi beban pikiran yang sulit diselesaikan sendiri. Ketika giliran tiba, ibu itu pun bergegas seolah ingin segera menumpahkan beban pikirannya yang beberapa minggu terakhir dirasakannya sangat berat.
�Pak Miftah�, ibu itu memulai perbincangannya penuh perhatian, �anak saya ini mau dilamar seseorang. Tapi yang melamarnya seorang perempuan yang telah dikaruniai tiga orang anak. Dia mau melamar anak saya untuk istri kedua suaminya.� Ibu itu menatap penuh harap. �Pak Miftah�, lanjutnya lagi, �bagaimana jika kelak benar-benar terjadi?�
ini memang peristiwa langka. Seorang istri mencarikan calon istri kedua untuk
suaminya sendiri. �Tapi ia nampak tulus�, papar ibu itu menjelaskan. Bukan karena marah pada suami, tapi justeru sebaliknya, ia mencoba memahami laki-laki yang sebetulnya adalah suaminya sendiri. Ia tengah berusaha mengerti akan kebutuhan umumnya laki-laki. Meski kenyataan ini tergolong langka, tapi inilah yang saat itu terungkap jujur.

Pada hari yang berbeda, datang pula seorang ibu untuk menemui dan meminta
pendapat saya. Ia membuka masalah yang tengah dihadapinya pada beberapa tahun terakhir kehidupan rumah tangganya. Awalnya masih setengah ragu ibu itu mengungkapkan perasaan yang semakin menghimpit napasnya setiap hari. Meski akhirnya ibu itu pun terbuka lebar.
"Ustadz", begitu dia memanggil saya agak pelan. "Saya ingin menjadi istri yang solihah, paling tidak buat suami saya." Lalu ia terdiam sejenak, sebelum melanjutkan pada inti masalah yang tampak dibawanya begitu berat.
"Saya tahu kalau suami saya punya istri lagi", lanjutnya sambil menarik napas
panjang. "Tapi selama ini saya berusaha pura-pura tidak tahu. Saya juga setuju kalau suami saya beristri lagi. Saya tulus, ikhlas. Toh dia telah memilih jalan yang benar. Dari pada selingkuh melalui jalur yang tidak syah. Suami saya juga tidak pernah mengurangi perhatian dan nafkah pada saya. Bahkan setiap malam ia selalu berada bersama saya dan anak-anak saya."
"Lalu kenapa?", tanya saya sambil memulai memberikan beberapa nasihat tentang
bagaimana istri-istri Nabi memperlakukan Nabi sebagai suami mereka. Saya memang hampir selalu mengajak untuk membuka cakrawala pemikiran siapa pun yang datang mengadukan masalah. Saya biasanya bukan hanya memberi, tapi juga mengungkap potensi kemampuan dan pengetahuan yang sebetulnya dimiliki sendiri oleh para penanya.

"Belakangan saya merasa berdosa", lanjutnya lagi sambil pelan-pelan memotong
penjelasan saya yang mulai memasuki inti persoalan yang dibawanya. "Saya merasa berdosa, karena saya telah membiarkan suami saya untuk berbuat tidak adil. Menurut saya, dia telah berbuat dzalim pada istri keduanya. Dia hanya sebentar saja bersama istri mudanya, dan itu pun hanya siang hari di sela-sela kesibukan pekerjaan yang dihadapinya. Sementara di rumah saya, ia tetap hadir setiap malam kecuali jika ada tugas luar kota lebih dari satu hari". Agak panjang ibu itu menarik napas. Lalu bertanya, sekaligus menutup pembicaraannya sambil menanti jawaban saya: "Jadi, apakah saya ini berdosa?"

Menghadapi persoalan seperti ini, saya biasanya mulai memberikan nasihat sesuai bimbingan ajaran. Seperti biasa dalam menjawab masalah-masalah rumit seperti itu, saya sering merujuk pada kisah orang-orang saleh, kisah Nabi dan para shahabatnya, kisah istriistri Nabi beserta keluarganya. Dan, setelah agak lama berdiskusi, kedua tamu itu pun pulang. Tampak ada perubahan sinar mata pada keduanya. Lebih optimistik.

Ini baru dua kasus. Masih banyak kasus menarik lainnya. Banyak di antara
kegelisahan yang melilit para tamu itu sama sekali di luar dugaan sebelumnya. Bahkan ada yang betul-betul baru dan mengagetkan. Termasuk kedatangan seorang ibu-ibu yang tanpa ragu meminta jodoh yang tak juga kunjung datang. Banyak yang sangat sulit saya jelaskan. Ada sebagiannya yang saya jelaskan bahwa setiap orang hampir pasti menghadapi masalahnya masing-masing. Kegelisahan umumnya diakibatkan oleh menurunnya kemampuan menemukan alternatif ketika menghadapi masalah yang tidak dikehendakinya.

Mengapa Harus Sakinah

Istilah �sakinah� digunakan al-Qur�an untuk menggambarkan kenyamanan keluarga, seperti menjadi idaman semua orang. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan �sakanun� yang berarti tempat tinggal. Mudah dipahami memang jika istilah itu digunakan al-Qur�an untuk menyebut tempat berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah
dan rahmah) di antara sesama anggotanya.

Saya ingin menyebut dua tempat dalam al-Qur�an yang mengungkap kata �sakinah�. Pertama dalam surah al-Baqarah, ayat 248. Jika diterjemahkan secara agak bebas, ayat itu berbunyi:
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: �Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat.�

Kata tabut seperti disebutkan di atas, menurut para mufasir, ialah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka. Seperti disebutkan dalam konteks ayat ini, di dalam peti tersebut terdapat ketenangan, yang dalam bahasa al-Qur�ann disebut sak�nah. Dengan kata lain, sak�nah adalah tempat yang tenang, nyaman, aman, kondusif bagi penyimpanan sesuatu, termasuk tempat tinggal yang tenang bagi manusia.

Kedua, dengan penambahan alif-l�m di awal kata itu, al-sak�nah, disebutkan dalam surah al-Fath, ayat 4. �Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu�min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)�.
Dalam ayat yang terakhir ini, kata sak�nah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mu�min. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu yang mampu melakukannya.
Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan orang lain untuk dapat menciptakan suasana tenang bagi seseorang yang lainnya.
Jadi, kata �sakinah� yang digunakan untuk menyifati kata �keluarga� seperti biasa disebut �keluarga sakinah� merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarganya. Ia merupakan tempat kembali kemana pun mereka pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat. Inilah yang dalam perspektif sosiologis disebut unit terkecil dari suatu masyarakat.

Karena itu, dengan menggunakan cara pandang seperti ini, kasus-kasus yang akhirakhir ini banyak melilit kehidupan keluarga, di antaranya dapat diduga karena rumah sudah tidak lagi nyaman untuk dijadikan tempat kembali. Suami tidak lagi menemukan suasana
nyaman dalam rumah, demikian pula istri. Bahkan anak-anak pun sangat mungkin lebih mudah menemukan suasana nyaman di luar rumah ketimbang di rumah sendiri. Sakinah adalah konsep keluarga yang dapat memberikan kenyamanan psikologis, meskipun mungkin secara fisik tampak jauh di bawah standar nyaman.

Memelihara Kenyamanan Keluarga

Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama. Melalui
proses panjang untuk saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing, setiap anggota keluarga akan menemukan ruang kehidupan yang mungkin sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Itulah sebabnya, keluarga pada dasarnya adalah proses pembelajaran untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi kedua belah pihak, baik suami-istri, maupun anakorangtua.

Proses belajar itu akan mengungkap berbagai misteri keluarga. Lebih-lebih ketika kita akan belajar tentang baik-buruk kehidupan keluarga dan rumah tangga. Tidak banyak buku dan teori yang tepat menembak sasaran ketika diperlukan solusi atas problema keluarga. Ilmu membina keluarga lebih banyak diperoleh dari pengalaman. Itulah sebabnya, dalam nasihatnasihat perkawinan, keluarga sering diilustrasikan sebagai perahu yang berlayar melawan
badai samudra. Kita dapat belajar dari pengalaman siapa pun. Pengalaman pribadi untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga pengalaman orang lain selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.

Kasus demi kasus yang dilalui dalam perjalanan sejak pertamakali menikah adalah pelajaran berharga. Kita dapat belajar dari pengalaman orang tentang memilih pasangan ideal, menelusuri kewajiban-kewajiban yang mengikat suami-istri, atau tentang penyelesaian masalah yang biasa dihadapi keluarga. Semuanya sulit kita temukan dalam buku-buku ilmiah sekalipun. Ia ada pada buku raksasa yang disebut kehidupan. Bagaimana kita dapat memahami istri yang biasa buka rahasia, atau menghadapi suami yang berkemampuan seksual rendah. Dan masih banyak lagi masalah keluarga yang seringkali sulit ditemukan jalan
penyelesaiannya. Benar, rumah tangga itu ibarat perahu yang tak henti-hentinya menghadapi badai di tengah samudra luas.

Bila dibuat ibarat, rumah tangga adalah dua sisi dari keping uang yang sama. Ia bisa menjadi tambang derita yang menyengsarakan, sekaligus menjadi taman surga yang mencerahkan. Kedua sisi itu rapat berhimpitan satu sama lain. Sisi yang satu datang pada waktu tertentu, sedang sisi lainnya datang menyusul kemudian. Yang satu membawa petaka, yang lainnya mengajak tertawa. Tentu saja, siapa pun berharap, bahwa rumah tangga yang dijalani adalah rumah tangga yang memancarkan pantulan cinta kasih dari setiap sudutnya.
Rumah tangga yang benar-benar menghadirkan atmosfir surga: keindahan, kedamaian, dan keagungan, adalah rumah tangga seorang nakhoda yang pandai menyiasati perubahan.

Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas cinta kasih yang
diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-masing. Hanya ada satu tempat kembali, baik bagi anak, ibu, maupun bapak, yaitu rumah yang mereka rasakan sebagai surga. Bayangkan, setiap hari jatuh cinta. Anak selalu merindukan orang tua, demikian pula sebaliknya. Betapa indahnya itu taman rumah tangga.
Sebab yang ada hanya cinta dan kebaikan. Kebaikan inilah yang sejatinya menjadi pakaian sehari-hari keluarga. Dengan pakaian ini pula rumah tangga akan melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan. Tetapi, kehidupan rumah tangga acapkali menghadirkan hal yang sebaliknya. Bukan kebaikan yang datang berkunjung, melainkan malapetaka yang kerap merundung. Suami menjadi bahan gunjingan istri, demikian pula sebaliknya. Anak tidak lagi merindukan orang tua, dan orang tua pun tidak lagi peduli akan masa depan anaknya. Bila sudah demikian
halnya, maka bukan surga lagi yang datang, melainkan neraka yang siap untuk menikam. Benar, seperti dikatakan Kahlil Gibran, bahwa orang tua tidak punya hak membesarkan jiwa anak-anaknya, dan mereka hanya boleh membesarkan raganya. Tapi raga adalah cermin keharmonisan komunikasi yang akan berpengaruh pada masa depan jiwa dan kepribadian mereka.

Menggapai Keluarga Sakinah

Membangun derajat sakinah dalam keluarga, memang tidak semudah apa yang kita
ceritakan. Ia merupakan bentangan proses yang sering menemui badai. Untuk menemukan formulanya pun bukan hal yang sederhana. Beberapa kasus berikut adalah di antara pelajaran yang pernah saya temukan, dan dapat menjadi pelajaran penting untuk mewujudkan indahnya keluarga yang mungkin pernah dimimpikan.
Suatu ketika, seorang ibu datang ke tempat biasa saya menerima para tamu yang
sengaja ingin berkonsultasi. Setelah duduk, ibu itu pun membuka bicara. Tapi hanya beberapa penggal kata dia lewati. Selebihnya dia hanya bisa menangis. �Suami saya akhir-akhir ini jarang pulang, Pak�, paparnya singkat. Ia seolah ingin saya mengerti, tanpa harus lebih panjang berbicara. Saya berusaha mengerti. Tidak sulit menangkap maksud utamanya memang. Sebab ibu ini bukan yang pertama mengucapkan penggalan kalimat itu. Sebelumnya, banyak ibu-ibu muda yang bernasib hampir sama, atau bahkan persis sama.
Dari penggalan kalimat yang terungkap dalam kasus di atas, kita juga bisa
membayangkan, masalah apa sebetulnya yang sedang dihadapi ibu itu sehingga harus datang untuk membicarakannya pada orang lain. Ini memang bukan satu-satunya masalah yang banyak dikeluhkan pasangan suami-istri. Masih banyak. Tapi kalau dicoba ditelusuri akar masalahnya, umumnya hampir sama. Kata kuncinya hampir sama: �tidak tahan menghadapi godaan�. Sebab godaan itu bisa datang kepada siapa pun. Godaan bisa merapat pada suami, bisa juga akrab dengan istri. Karena godaan itu pula, siapa pun bisa membuat seribu satu
alasan. Ada yang mengatakannya sudah tidak harmonis, tidak bisa saling memahami, tidak juga mendapat keturunan, atau ada pula yang karena

�intervensi� keluarga yang berlebihan.

Inilah gambaran masalah yang sering saya terima dari banyak pasangan keluarga. Sejak kurang lebih sepuluh tahun terakhir, saya memang banyak mendapat pertanyaan umat di seputar membina keluarga sakinah. Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dari umat itulah, saya sering terlibat dalam diskusi-diskusi panjang dan menarik. Kasus yang menjadi bahan diskusi itu sangat bervariasi. Mulai dari urusan problem memilih jodoh,kesulitan mendapat pasangan ideal, hingga masalah keberatan seorang istri untuk dimadu oleh
suami. Bahkan, yang tidak kalah menariknya, ada juga seorang istri yang mengeluh karena merasa berdosa membiarkan suaminya telah berbuat tidak adil. Dia tahu kalau suaminya beristri lagi. Dia pun tulus mengizinkan suaminya beristri lagi, dari pada berbuat selingkuh penuh dosa. Tapi dia tetap bertahan pura-pura tidak tahu. Dia tidak ingin suaminya merasa malu karena diketahui beristri lagi tanpa memberi tahu istri tuanya. Dan dia mulai gelisah merasa berdosa, karena membiarkan suaminya lebih banyak tinggal bersamanya dan tidak banyak bersama istri mudanya. Seorang istri itu datang untuk menanyakan hukumnya berpura-pura dan membiarkan suaminya berbuat tidak adil.

Lain orang lain pula masalah yang menghimpit kehidupan keluarganya. Hampir tidak ada hari tanpa �pasien� yang datang membawa masalah. Hingga tanpa terasa, masalahmasalah itu semakin hari semakin bertumpuk. Masalah-masalah itu pula yang kemudian telah mendorong saya untuk terus menggali solusi, merenung menafakuri kenyataan masyarakat yang kian jauh dari apa yang saya bayangkan sebelumnya. Dalam beberapa perenungan lepas setelah para �pasien� itu meninggalkan ruang konsultasi, saya menemukan kegelisahan betapa problema keluarga itu telah menjerat masyarakat semakin tak berdaya. Ada yang karena salah persepsi sehingga mereka pada dasarnya telah tersiksa oleh cara pandangnya sendiri. Ada juga yang karena faktanya memang sangat menyakitkan. Tidak bisa dihindari jika sewaktu-waktu seorang anak tega membiarkan kerinduan ibunya karena ketidakpuasan psikologis ketika ibunya terlalu mempercayakan pola asuhnya hanya pada seorang pembantu rumah tangga.
Dari beberapa kasus yang pernah terungkap, saya pun memperoleh pelajaran berharga, betapa perubahan sosial ini telah menggiring keluarga pada jurang ketidakpastian pegangan. Seorang ibu kehilangan kepercayaan anak dan suaminya. Demikian pula seorang bapak yang tidak lagi berwibawa di hadapan anak dan istrinya. Semua terjadi bukan tanpa argumentasi.
Anak yang tidak mau ketinggalan komunitas sebayanya (peer-group), bapak yang tidak mau kalah wibawa istrinya, serta istri yang tidak berhenti memperjuangkan hak-hak kesetaraannya atas suami. Seolah tidak ada yang salah dengan semua kenyataan yang semakin
memprihatinkan itu.

Tapi benarkah bahwa perubahan zaman ini merupakan penyebab utama terjadinya
pergeseran nilai dalam rumah tangga? Bukankah hukum sosial itu pada dasarnya lahir dari kepentingan kemanusiaan suatu masyarakat? Lalu, mengapa kemudian masyarakat tidak lagi sanggup bertahan dalam norma-norma yang telah kuat mengikat setiap anggotanya untuk tetap bertahan pada jati dirinya yang asli? Seperti halnya para pendahulu dan orang tua mereka yang telah terbukti berhasil mengantarkan mereka menjadi manusia normal dan berbudaya, tanpa harus larut dalam perubahan zaman yang kadang membingungkan.

Transformasi budaya yang berlangsung melalui pertukaran informasi dan komunikasi lewat media, memang bukan sesuatu yang mudah dihindari. Hampir setiap sajian yang sering memperlihatkan perbedaan budaya, kini telah menjadi standar nilai masyarakat kita. Ukuran baik-buruk tidak lagi bersumber pada moralitas universal yang berlandaskan agama, tapi lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai artifisial yang dibentuk untuk tujuan pragmatis dan bahkan
hedonis. Tanpa disadari, nilai-nilai itu kini telah membentuk perilaku sosial dan menjadi anutan keluarga dan masyarakat kita. Banyak di antara pertanyaan dan keluhan umat yang berkaitan dengan problema keluarga umumnya menggambarkan kegelisahan yang diwarnai oleh semakin lunturnya nilai-nilai agama dan budaya masyarakat. Masyarakat kini seolah telah berubah menjadi �masyarakat baru� yang pada gilirannya telah membawa suasana yang semakin kabur.
Gaya hidup remaja yang berujung pada pernikahan darurat seolah telah menjadi model terbaru yang digemari banyak pasangan. Pernikahan yang dianjurkan Nabi menjadi jalan terakhir setelah menemukan jalan buntu. Sementara perceraian yang dibenci Nabi justeru menjadi pilihan yang banyak ditempuh untuk menemukan solusi singkat. Kenyataan ini, menurut saya, merupakan bagian kecil dari proses modernisasi kehidupan yang berlangsung tanpa kendali etika. Akibatnya, struktur fungsi yang sejatinya diperankan oleh masing-masing
anggota keluarga tampak semakin kabur.

Seorang anak kehilangan pegangan. Ibu-bapaknya terlalu sibuk untuk sekedar
menyapa anak-anaknya. Anak itu semakin dewasa. Kini dia harus menemukan jalan hidupnya sendiri. Mencari jalan sendiri kemana dia harus memperoleh pengetahuan, dan bahkan dia harus mendiskusikan sendiri siapa calon pendampingnya. Semuanya berjalan sendiri-sendiri.
Padahal, jika sendi-sendi keluarga itu telah kehilangan daya perekatnya dan masing-masing telah menemukan jalan hidupnya yang berbeda-beda, maka bangunan �baiti, jannati�, rumahku adalah surgaku, akan semakin menjauh dari kenyataan. Ia adalah mimpi yang semakin sulit terwujud. Bahkan mungkin mimpi saja tidak pernah terpikirkan. Yang ada hanyalah �neraka� yang tidak henti-hentinya membakar suasana rumah tangga.
Satu lagi yang sering menjadi akar bencana keluarga, yaitu anak. Dunia anak adalah dunia skeptik, dunia yang lebih banyak diwarnai oleh proses pencarian untuk menemukan apa apa yang menurut perasaan dan pikirannya ideal. Dunia ideal sendiri, baginya, adalah dunia yang ada di depan matanya, yang karenanya ia akan melakukan pengejaran atas dasar kehendak pribadi. Akan tetapi, di sisi lain, perkembangan psikologis yang sedang dilaluinya juga masih belum mampu memberikan alternatif secara matang terutama berkaitan dengan standar nilai yang di kehendakinya. Karena itu, selama proses yang dilaluinya, hampir selalu ditemukan berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan lingkungan tempat di mana anak itu berkembang. Di sinilah proses bimbingan itu diperlukan, terutama dalam ikut menemukan apa yang sesungguhnya mereka butuhkan.
Guru di sekolah ataupun orang tua di rumah, secara tidak sadar, seringkali menjadi sosok yang begitu dominan dalam menentukan masa depan anak. Padahal, guru ataupun orang tua bukanlah segala-galanya bagi perkembangan dan masa depan anak. Proses pendidikan, dengan demikian, pada dasarnya merupakan proses bimbingan yang memerdekakan sekaligus mencerahkan. Proses seperti itu berlangsung alamiah dalam kehidupan yang bebas dari ikatan-ikatan yang justru tidak mendidik. Dalam kerangka seperti inilah, maka keluarga bisa berperan sebagai lembaga yang membimbing dan mencerahkan, atau juga sebaliknya, jika tidak tepat memainkan peran yang sesungguhnya, bisa saja berfungsi sebagai penjara yang hanya mampu menanamkan disipliln semu. Anak-anak bisa menjadi manusia yang paling salih di rumah, tetapi menjadi binatang liar ketika keluar dari dinding-dinding rumah dan terbebas dari pengawasan orang tua.

Dalam situasi seperti inilah, anak mulai mencari kesempatan untuk memenuhi
kebuntuan komunikasi yang dirasakannya semakin kering dan terbatas. Sebab berkomunikasi untuk saling menyambungkan rasa antar anggota keluarga merupakan kebutuhan dasar yang menuntut untuk selalu dipenuhi. Konsekwensinya, ketidaktersediaan aspek ini dalam keluarga dapat berakibat pada munculnya ketidakseimbangan psikologi yang pada gilirannya dapat saja
mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan sosial seperti apa yang terjadi pada beberapa kasus di atas. Inilah di antara sumber lunturnya semangat sakinah dalam keluarga.

Senin, 19 Juli 2010

Tabahlah Menghadapi Musibah

Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta tindak-tanduk mereka. Lalu Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya. Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau berdiam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.

Dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan; diciptakan secara fitrah untuk dipenuhi dengan beban dan ancaman, aral rintangan serta berbagai cobaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya. Allah berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. .” (Al-Baqarah: 155)

Berbagai musibah itu adalah batu ujian, untuk menentukan siapa di antara hamba-Nya yang benar dan yang tidak benar. Allah berfirman:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2)

Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditempa

Ujian dan cobaan, akan memperlihatkan kesejatian seseorang. Ibnul Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cobaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.”

Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin maupun kafir. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan marabahaya. Maka janganlah seseorang membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cobaan.

Cobaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan-angan dan kesenangan menikmati kelezatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeda, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai tempaan baginya, bukan siksaan. Terkadang cobaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman:
“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran…” (Al-A’raaf: 168)

Satu hal yang dibenci kadang mendatangkan kesenangan, satu hal yang disukai kadang mendatangkan kesusahan. Janganlah merasa aman dengan kesenangan, karena bisa saja ia menimbulkan kemudaratan. Janganlah merasa putus asa karena kesulitan, karena bisa jadi akan mendatangkan kesenangan.
Allah berfirman, artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Segala cobaan itu ada batasnya di sisi Allah. Jangan mengucapkan kata-kata makian, karena satu kata yang mengalir dari lidah, dapat membinasakan seseorang. Seorang mukmin yang kuat akan tegar menghadapi beban berat. Hatinya tidak akan berubah dan lisannya tidak akan mengutuk.

Redamlah musibah itu dengan mengingat janji pahala dan kemudahan dari Allah, sehingga cobaan itu berlalu tanpa kita mengutukinya. Orang-orang berakal selalu menunjukkan ketegaran dalam menghadap musibah, agar mereka tidak mendapatkan ejekan musuh-musuh mereka. Karena bila mereka menampakkan musibah itu, para musuh mereka akan merasa senang dan gembira. Sebaliknya, menutup-nutupi musidah dan derita kelaparan adalah sifat orang-orang mulia. Ketabahan akan membendung bencana. Demikian cepatnya bencana itu berlalu, bila dihadapi dengan ketabahan. Paling kita hanya harus tabah menghadapi hari-hari yang pendek dalam hidup kita. Orang-orang yang binasa mengalami kebinasaan mereka hanya karena mereka tidak memiliki ketabahan.

Orang-orang yang tabah, akan men-dapatkan pahala terbaik. Firman Allah:
“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. .”(An-Nahl: 96)
Dan firman Allah, artinya: “Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian dari apa yang kami rizkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (Al-Qashash: 54)

Allah tidak pernah menahan sesuatu untukmu, wahai orang yang tertimpa musibah, melainkan karena Allah akan memberimu sesuatu yang lain. Allah hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu. Allah hanya memberimu cobaan, untuk membersihkan dirimu. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Allah berfirman:
“Tidak ada yang melata di bumi ini melainkan rezekinya ada di sisi Allah.” (Huud: 6)

Bila dengan kebijaksanaan-Nya, Allah menutup sebagian rezeki, pasti Allah akan membukakan pintu rezeki yang lain yang lebih bermanfaat. Cobaan, justeru akan mengangkat derajat orang-orang shalih dan meningkatkan pahala mereka.
Saad bin Abi Waqqash mengung-kapkan: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalih-annya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringkankan cobaan baginya.

Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (Riwayat Al-Bukhari)
Seorang ulama mengungkapkan: “Orang yang diciptakan untuk masuk Surga, pasti akan merasakan banyak kesulitan. Musibah yang sesungguhnya adalah yang menimpa agama seseorang. Sementara musibah-musibah selain itu merupakan jalan keselamatan baginya. Ada yang berfungsi meningkatkan pahala, ada yang menjadi pengampun dosa. Orang yang benar-benar tertimpa merana adalah mereka yang terhalang dari mendapatkan pahala.

Tidak usah risau dengan hilangnya sebagian dunia. Karena keberadaannya hanyalah satu kejadian, membicarakan dunia justeru menimbulkan kesedihan, jalan-jalan untuk mendapatkannya sarat dengan duka. Dalam mencari dunia, manusia akan tersiksa sebatas rasa dukanya. Orang yang senang mendapatkan dunia pada hakikatnya adalah orang yang sedih. Berbagai kepedihan bermunculan dari kenikmatan dunia. Berbagai kesedihan justeru lahir dari kesenangan dunia.

Abu Darda menyatakan: “Di antara bentuk kehinaan dunia di hadapan Allah adalah bahwa manusia berbuat maksiat selama ia di dunia, dan ia hanya bisa menggapai apa yang ada di sisi Allah dengan meninggalkan dunia. Maka hendaknya engkau menyibukkan diri dengan hal yang lebih berguna bagimu untuk mengambil kembali yang mungkin hilang darimu, yakni dengan cara memperbaiki kekeliruan, memaafkan kesalahan orang, dan mendekati pintu Ar-Rabb. Dengan itu, engkau akan melihat betapa cepatnya musibah yang menimpamu itu menghilang. Kalau bukan karena kesusahan, engkau tidak bisa mengharapkan saat-saat senang.

Hilangkan hasrat terhadap yang menjadi milik orang, niscaya engkau akan menjadi yang terkaya. Jangan berputus asa, karena itu membawa kehinaan. Ingatlah nikmat Allah yang banyak kepadamu. Tepislah segala kesedihan dengan ridha terhadap takdir dan dengan shalat di malam yang panjang. Bila sudah habis malam, masih ada subuh yang datang menjelang. Akhir kesedihan adalah awal kebahagiaan. Masa tidak akan berdiam dalam satu kondisi, namun terus berganti. Segala kesulitan, pasti akan berangsur hilang. Jangan putus asa hanya karena musibah yang datang bertubi-tubi. Satu kesulitan, akan dikalahkan oleh dua kemudahan. Merunduklah kepada Allah, pasti kesulitanmu akan sirna selekasnya. Setiap orang yang penuh dengan ketabahan, pasti akan mendapatkan jalan keluar. ” Wallahu A’lam.

Wasiat Untuk Keluarga Dan Anak-Anak

Wahai saudaraku muslim! Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka{laki-laki}atas sebagian yang lain {wanita}dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa: 34)

Allah telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi para wanita dan ini sesuai dengan fitrah dan naluri manusia, agar alam ini berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Maka bagi laki-laki memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik dan benar yang akan menjamin kebahagian dunia dan akhirat. Dan pendidikan yang paling penting adalah mengajarkan mereka agama dan adab-adab Islam sebagai realisasi dalam meneladani Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan meniti kehidupan sesuai dengan ajarannya. Wahai para ayah ajarkan dan didiklah anak-anak kalian dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholih.

Ajarkan juga pokok-pokok keimanan yang telah diterangkan oleh Al-Qur‘an dan biasakanlah mereka untuk berpegang teguh dengan rukun-rukun Islam. Ajarkan kepada istri dan anak-anak kalian untuk mencintai Allah, tancap-kan keimanan, kecintaan, penghormat-an, dan pengagungan terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam hati mereka. Mereka wajib untuk menaati apa yang diperin-tahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, membenarkan setiap berita yang beliau sampaikan dan menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak beribadah kepada Allah, melain-kan sesuai dengan apa yang dia syariatkan. Barang siapa yang berpaling dari petunjuknya, maka dia termasuk ahlul bid’ah.

Ajarkan mereka untuk mencintai sahabat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia sebagai imam yang telah mendapatkan petunjuk yang lurus. Terangkan kepada mereka bagaimana sahabat beribadah, berakhlak dengan akhlak yang mulia, berilmu yang luar biasa, bersungguh-sungguh dalam beragama. Dan terangkan juga tentang jihad dan perjuangan mereka di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hingga akhirnya melalui mereka Allah membuka hati dan telinga umat manusia, membuka negara-negara dan kerajaan-kerajaan, dan menghukum orang orang kafir dan munafik dengan kehinaan.

Dan terangkan juga tentang sejarah hidup mereka yang luar biasa, bagai-mana kebenaran Iman mereka dan sempurnanya mereka di dalam mengikuti Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , dalam beribadah, berjihad dan menginfaqkan harta yang amat banyak dalam rangka untuk mencari ridha Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Dan tanamkan kepada mereka bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang mau mengikuti Sahabat Rasullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan orang yang celaka adalah yang mencela, mendiskreditkan mereka serta menempuh jalan kehidu-pan selain jalan mereka.

Dan perintahkan kepada mereka untuk menunaikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, perintahkan anak laki-laki supaya berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, dan yang perempuan supaya berjamaah bersama ibu mereka di rumah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya,“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepa-damu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa." (Thaha: 132)

Dan juga pisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan ketika mereka berumur sepuluh tahun, jauhkan mereka dari kawan yang jelek. Tumbuhkanlah mereka dengan ahklaq ahlu iman, seperti berbakti kepada orang tua, silaturahim, bergaul dengan baik terhadap saudara seagama, senang bersedekah, berbuat yang ma‘ruf dan kebaikan, menghormati tetangga dan tamu, dan mencegah dari perbuatan jelek serta menyakiti sesama manusia.

Dan ajarkan juga tentang keimanan kepada qadla dan qadar, ajarkan agar selalu menghadapi takdir dengan menyerahkannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai Rabb yang mengatur seluruh alam. Karena sesungguhnya Allah yang memberi dan Allah yang memgambil, segala sesuatu datang dari sisi-Nya sesuai dengan waktu yang ditentukan-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang beriman kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya serta berusaha keras mencari jalan-jalan (wasilah) yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Orang yang celaka adalah orang yang menuyelisihi-Nya, bermaksiat terhadap perintah-Nya, menentang-Nya, kufur terhadap-Nya, benci terha-dap ketentuan-Nya dan berpaling dari takdir-Nya.
Jauhilah perkara-perkara yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah Subhannahu wa Ta'ala yang mengakibatkan dimasuk-kan ke dalam api neraka bersama orang-orang kafir Allah Ta‘ala berfirman,
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu menger-jakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka, dengan membuka pintu-pintu kebaikan kepada anak dan istri kalian dan selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan-kebaikan tersebut, selalu memberi dorongan kepada mereka untuk melaksanakannya, dan hendaknya kalian menjadi teladan bagi seluruh anggota keluarga.

Jangan sekali-kali meremehkan pendidikan terhadap keluarga kalian, dan jangan menganggap ringan dalam mengarahkan dan menunjuki mereka didalam kebaikan, karena kalian bertanggung jawab atas mereka.

Bersabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ,
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap pemimpin amanah yang diembankan kepadanya; apakah dia menjaganya atau menyia-nyiakannya, sampai seseorang ditanyai tentang keluarganya” (HR. An-Nasai)

Dan bersemangatlah dalam mendidik mereka di dalam kebaikan dunia dan akhirat. Semoga Allah menjadikan kita seperti orang-orang yang Allah firmankan,
Artinya, “Yaitu surga 'Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan) "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesuda-han itu.” (Ar-Ra’d : 23-24)

Dan bersungguh-sungguhlah dalam mengajarkan mereka tentang Kitabullah dan as-Sunnah serta atsar-atsar (perikehidupan) salafusholih, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada kalian lebih dari yang kalian harapkan, dan akan mengamankan kalian dari mara bahaya apa pun, akhirnya Allah akan mengumpulkan kalian bersama anak dan istri kalian disurga-surga dan akan duduk ditempat orang-orang yang terhormat. Allah berfirman,
Artinya, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At-Thur : 21)

Sesungguhnya seorang ayah apabila memberikan perhatian serius di dalam mendidik anak dan istrinya serta orang-orang yang menjadi tanggung jawab-nya, maka ia ibarat seseorang yang menebarkan di atas bumi yang subur benih-benih yang paling bermanfaat dan paling baik, yang kelak dengannya akan mendatangkan buah yang melim-pah dan hasil (panen) yang baik.

Tetapi apabila meremehkan pendidikan keluarga dan merasa cukup dengan sekedar memberikan makan, minum, pakaian dan lainnya, kemudian ia tinggalkan begitu saja seperti bina-tang ternak, tidak mengetahui yang halal dan yang haram, dan tidak menunaikan kewajiban dan tanggung jawab, dan tidak ada rasa penghormatan kepada yang tua dan tidak ada belas kasihan terhadap yang muda, maka yang seperti itu justru akan menjadi azab bagi diri mereka, keluarga dan masyarakat seluruhnya.
Padahal setiap muslim akan ditanya di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala tentang beban tanggung jawab yang dipikulnya. Apakah ia tunaikan dan pelihara atau malah justru melalaikan dan menyia-nyiakannya.

Sesungguhnya anak-anak kita, belahan hati kita adalah pemuda-pemuda di hari ini dan merupakan generasi penerus untuk masa depan, jangan kalian melupakan doa untuk mereka, supaya mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah Subhannahu wa Ta'ala agar menempuh jalan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya.
Artinya, “Ya Rabb kami, anugerah-kanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Sumber : Buletin, “al-Washiah bil Ahl wal Aulad.” (Azhar/alsofwah)